WHAT'S NEW?
Loading...


TanInfo - Siapa bilang Indonesia tidak bisa swasembada pangan. Buktinya Indonesia setiap hari panen. Ini membuktkan bahwa Indonesia harusnya bisa swasemabada pangan dengan adanya panen tiap hari. Yang tampak saja adalah kebutuhan akan beras akan terpenuhi di setiap daerah. Tinggal nanatinya pengelola sumber daya pertanian oleh pemerintah harus kompeten. 
Gapoktan Subur Asri Desa Rejo Asri, Kecamatan Seputih Raman, Lampung Tengah cukup sumringah. Pasalnya, musim panen kali ini mereka dapat menikmati harga pembelian gabah yang berpihak kepada mereka, yaitu mencapai Rp5.900,00/kg gabah kering panen. 

Gapoktan Subur Asri panen raya

Luas panen pada Gapoktan Subur Asri seluas 375 hektare dengan rerata produktivitas yang dicapai 68 ku/ha, lebih baik dibandingkan dengan musim panen sebelumnya dengan capaian 58 ku/ha.
Menurut Dini, Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Tengah, meningkatnya produktivitas yang dicapai ini, karena petani mampu menangani serangan OPT dengan baik dan faktor pemilihan varietas benih padi yang tepat sesuai kondisi lokasi pertanaman dan benih yang digunakan merupakan benih yang terjamin kualitasnya karena merupakan benih berlabel.
Adapun varietas padi yang ditanam petani setempat ialah Mekongga, Ciherang, Inpari 31, Situ Bagendit dan Mapan 05 dan juga varietas lokal lainnya.
"Saya kira panen kali ini benar-benar menguntungkan petani, karena selain harga gabah hasil panen mereka dihargai cukup baik, yaitu dengan kisaran Rp5.200-Rp5.900 per kilogram gabah kering panen, juga karena produktivitasnya meningkat,” uangkap Dini.

Sementara itu, Kepala UPTD Pertanian Kecamatan Seputih Raman, I Gusti Made Suasa mengungkapkan bahwa per 12 Januari 2017, capaian panen di Kecamatan Seputih Raman seluas 4.593 ha atau mencapai 66,17% dari total tanam 6.941 ha. “Secara berangsur seluruh areal tanam akan melakukan panen,” terangnya.
Lebih lanjut, Made Suasa mengungkapkan bahwa panen yang dilakukan tersebut merupan hasil dari program tanam gadu model yang dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah yang mulai tanam pada tanggal 16 Agustus 2017 yang lalu. Sistem tanam gadu model sendiri merupakan cara tanam yang bisa dilakukan walau di musim kemara. “Ini untuk mengantisipasi terjadinya paceklik atau kelangkaan padi sepanjang tahun,” imbuhnya.
Kegiatan panen raya tersebut juga dihadiri oleh Tim UPSUS Inspektorat I Kementerian Pertanian, Maulana Depila, Kepala BPP Lampung Moch. Bhkati Purwadikarta dan TNI dari Kodim 0411/LT.

Sumber : Kementrian Pertanian Republik Indonesia


produksi padi sawah di Kepanjen

TanInfo, Malang.Indonesia merupakan negara besar  yang tumbuh dari pertanian. Itulah pernyataan singkat tentang besarnya negara agraris. Negara yang pernah dijuluki "Macan Asia" karena mampu memenuhi swasembada pangan dan ekspor beras di Asia. Menjadi Negara maju dibidang pertanian juga merupakan keinginan bangsa agar dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Pada Desember 2016, Lembaga Riset dan Aanlisis Ekonomi Internasional, The Economist and Intelegent Unit (EIU) dan Barilla Center for Food and Nutrition (BCFN) Foundation, yang berpusat di Inggris mengemukakan bahwa sektor pertanian Indonesia masuk 25 besar dunia.  Hasil riset tersebut menerangkan bahwa Indonesia berada di peringkat 21 dengan skor 50,77 setelah Brazil dan berada diatas Negara Timur Tengah, termasuk Arab.


Riset tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah untuk meningkatkan keberlanjutan pangan atau Food Sustainability Index (FSI), yang disusun dari 58 indikator dan mencakup 4 aspek, antara lain yaitu secara keseluruhan (overall), pertanian berkelanjutan sustainable agriculture, kehilangan/susut pangan dan limbah (food loss and waste), dan aspek gizi (nutitional challenges). 

Pada aspek sustainable agriculture,  Indonesia mendapat skor tertinggi dengan bercokol di ranking 16 dengan skor 53,87, akibat adanya sumberdaya air yang melimpah, rendahnya dampak lingkungan sektor pertanian pada lahan, keanekaragaman alam hayati, produktifitas lahan, lingkungan, serta mitigasi perubahan iklim.

pengadaan lahan pertanian hortikulture di area perkotaan

Pada aspek food loss and waste,  Indonesia menempati ranking 24 dengan skor 32,53 dan dalam posisi sedangdalam upaya mengatasi masalah kehilangan pangan (food loss). Sedangkan pada aspek nutritional challenges, Indonesia menempati ranking 18 dengan skor 56,79, karena Indonesia dipandang mampu mengatasi  masalah defisiensi micronutrient, prevalensi kelebihan gizi, kurang gizi, kelebihan gula, serta mampu membeli makanan segar. 

"Ini bisa dilihat kasat mata pada saat Ramadhan dan Idul Fitri kemarin, harga pangan stabil. Dulu-dulu, setiap hari Lebaran harga pangan bergejolak". ungkap Sugiyono. Menurutnya, prestasi selanjutnya dapat dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa sektor pertanian pada triwulan 1-2017, tumbuh pesat 15,59 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (Q to Q) dan tunbuh terbesar dari sektor lainnya. 

Tidak hanya itu, PDB pada triwulan 1-2017 pun nail 7,12 persen dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 2016 (Y to Y) yang melebihi PDB industri pengolahan 4,21 persen maupun PDB total Indonesia 5,01 persen. Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 13,59 persen, peringkat terbesar nomor dua setelah sektor industri pengolahan 20,48 persen.

Baca juga 5 Negara Termaju  Pertaniannya
Gulma merupakan masalah yang memang sudah menjadi momok bagi kebanyakan petani. Dari mulai gulma yang mudah dibasmi secara alami, hingga harus menggunakan racun kimia. Padahal, seharusnya petani menjaukan segala bentuk pertaniannya dari bahan kimia. Selain dapat berakibat fatal pada tanaman budidayanya, juga berimbas pada lahan (tanah), karena biota tanah serta mikroorganisme dapat mati.

Sebagai contoh pada padi Gogo. Padi gogo memang sangat bersahabat dengan gulma, namun itu tidak baik pada pertumbuhannya sendiri. Akan timbul persaingan dalam bentuk penyerapan sinar matahari, air, pupuk, dan lain sebagainya. Jika pertumbuhan gulma padat dan mendominan, bisa dipastikan pertumbuhan padi gogo sendiri sangat terganggu. Pertumbuhan gulma pada kodisi basah-kering (lembab) seperti pada kondisi padi gogo di lahan kering yang basah kering karena hujan, maka pertumbuhan gulma akan lebih cepat dan lebih banyak.

Terkait dengan gulma, pastinya yang terpikir juga adalah pestisida khusus gulma, yang pada umumnya menggunakan pestisida kimiawi. Nah, bagaimana dengan pestisida alami? Sudah pernah mendengar? Tujuan saya menulis artikel ini adalah berbagi informasi tentang bagaiman caranya membuat pestisida alami. Banyak bahan yang biasa digunakan sebagai pestisida, seperti daun sirsak, cabai, mengkudu, dan lain sebagainya. Pada artikel ini saya akan berbagi tentang bagaimana cara pembuatan pestisida alami dengan bahan daun sirsak.


daun sirsak

Kandungan yang terdapat pada daun sirsak ini salah satunya adalah senyawa aktif annonain dan resin yang efektif megendalikan hama trips pada tanaman, dan jika dikombinasikan dengan daun  tembakau, maka pestisida ini dapat mencegah penyerangan hama belalang dan ulat. Sedangkan jika dikombinasikan dengan jeringau dan bawang putih, maka akan dapat mengendalikan hama wereng.

Berikut cara membuat pestisida alami dari bahan utama daun sirsak.
Pestisida Daun Sirsak Untuk Pengendalai Hama Trips
1. Daun sirsak 100-110 lembar, tumbuk halus.
2. Setelah itu direndam dalam 5 liter air, campurkan sekitar 15 gram deterjen, aduk hingga deterjen larut.
3. Diamkan selama sehari semalam.
4. Setelah itu, saring dan tampung dalam wadah (jirigen, botol, dll).
5. Dosis penggunaan adalah 1 liter larutan dalam 10 liter air. Larutan siap digunakan.

Pestisida Daun Sirsak Untuk Pengendali Hama Wereng Coklat dengan Campuran Jeringau dan Bawang Putih
1. Tumbuk halus 50 lembar daun sirsak, segenggam jeringau, dan 20 siung bawang putih.
2. Campurkan dalam 20 liter air dan tambahkan 20 gram deterjen, aduk hingga tercampur dan diamkan selama 2 hari.
3. Saring larutan tersebut, dan siap digunakan. 

Pestisida alami Daun Sirsak dan Daun Tembakau untuk Pengendali Belalang dan Ulat
1. Tumbuk halus sekitar 60 lembar daun sirsak dan 10 lembar daun tembakau.
2. Rendam dengan air 20 liter dan tambahkan 20 gram deterjen selama 1 hari. Saring dengan kain atau penyaring. Larutan siap digunakan. 

Nah, itu tadi sekilas info tentang  bagaiman Cara Membuat Pestisida Alami. Semoga bermanfaat. 

Baca juga : Hama dan Penyakit Cabai Musim Hujan

Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama yang paling berbahaya pada tanaman padi. Para petani kerap kali kebingungan untuk mengendalikan hama yang satu ini. Hama pengerat yang satu ini merusak tanaman padi pada semua fase, dari mulai penyemaian hingga pada fase padi siap panen. Akibat yang ditimbulkan tanaman padi hingga menyebabkan gagal panen. Potensi kerusakan yang dihasilkan hama ini cukup besar, yakni mencapai 20% per tahunnya. Kasus serangan hama tikus baru-baru ini paling parah terjadi Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Terdapat sekitar 97 hektar di Kecamatan Tebas yang mengalami kerusakan padi akibat serangan hama tikus pada Juli 2016 lalu. Akibatnya, tidak sedikit padi sawah mereka mengalami kerusakan cukup berat yang berdampak pada gagal panen dan mengalami kerugian.

Kerusakan tanaman padi akibat hama tikus ini sangatlah besar. Bayangan kerugian dan gagal panen selalu mengahntui para petani ketika hama ini mulai mewabah di areal persawahan mereka. Bagaimana tidak, hama ini tidak tanggung-tanggung ketika merusak tanaman padi. Lalu, sempatkah kita bertanya-tanya, mengapa hama ini sulit untuk dikendalikan? Beberapa alasan yang sering terdengar mengapa hama tikus ini sangat sulit dikendalikan adalah :
  • Hama tikus relatif sulit untuk dikendalikan karena memang sudah sifat biologi dan ekologi, maka dari itu hama ini sangat berbeda dengan hama pada umumnya.
  • Kerusakan parah pada umumnya disebabkan karena lemahnya pengontrolan terhadap hama ini, sehingga terjadi ledakan populasi hama tikus yang besar.
  • Pengendalian yang tidak dilakukan secaraintensif dan kadang malah diabaikan.
  • Dari segi juga yang kurang menjadi alasan dalam pengendalian hama tikus ini.
  • Dalam pegendaliannya, para petani kerap kali tidak kompak.
  • Tidak adanya penanganan yang berkelanjutan, sehingga hama ini akan terus meningkat.
Tidak ada alasan yang lebih signifikan mengenai sulitnya pengendalian hama tikus ini, yang pasti adalah perlunya kekompakan dalam menangani hama ini dan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang dalam mengendalikan hama tikus ini. Selanjutnya adalah bagaimana strategi kita seorang petani dalam menangani dan mengendalaikan hama ini?

Beberapa strategi dan upaya yang harus dilakukan dalam rangka mengendalikan hama tikus ini adalah sebagai berikut:
  • Melakukan antisipasi atau pencegahan hama ini datang lebih banyak dengan memprioritaskan pengendalian hama tikus pada awal musim tanam.
  • Kegiatan pengendalian tentunya memerlukan tindakan bersama, kompak, intensif, terkoordinir, dan berkelanjutan sampai tuntas.
  • Untuk pengendalian intensif tikus lokal biasanya dilakukan sebelum periode aktif perkembangbiakan tikus sawah yang bertepatan pada stadia generatif padi.
  • Untuk tikus migran (pendatang) pengendalian intensif dilakukan pada saat sebelum pertanaman pada areal terget hama tikus tersebut.
  • Wilayah yang memang sering terjadi serangan hama tikus ini dapat dilakukan pengendalian secara intensif berkelanjutan selama kurang lebih selama 2 minggu sebelum dan sesudah tanam.
  • Wilayah sporadik, yang kadang-kadang terserang hama tikus pengendalian secara intensif dapat dilakukan dengan mengontrol dan menekan perkembangan awal populasi perkembangbiakan hama tikus.
  • Wilayah yang aman terhadap serangan hama tikus dengan mengontrol dan memperhatikan tanda-tanda adanya kemunculan maupun serangan tikus. 
Berikut cara mengendalikan hama tikus sawah.

Lakukan masa tanam dan panen serempak. Cara ini bertujuan agar tidak adanya persedian pakan padi untuk tikus sawah, sehingga perkembangbiakan tikus sawah pun sedikit. Selisih perbedaan waktu tanam dan panen hendaknya jangan sampai 2 minggu.

Sanitasi Habitat tikus. Sanitasi merupakan kegiatan pembersihan semak-semak, gulma, dan sampah-sampah yang biasanya menjadi tempat hidup/habitat tikus.

Minimalisasikan ukuran pematang sawah. Cara ini bertujuan agar tidak ada tempat bagi tikus sawah bersarang. Pematang sawah merupakan tempat yang sering dijadikan tikus sawah untuk menggali tempat bersarang didalamnya.
Sebaiknya pematang sawah tidak tinggi dan tidak lebar pula, kira-kira tidak/kurang dari 30 cm.


Lakukan perburuan massal (gropyokan). Pengendalian ini memerlukan kebersamaan, kekompakan, dan tersedianya sarana dan prasarana dari petani sendiri. Ini menjadi salah satu cara yang efektif, karena petani langsung berhadapan dengan hama.
Caranya seperti penggalian sarang di pematang sawah, penangkapan, penjeratan, pemukulan, dan lain sebagainya.
Lakukan metode fumigasi/pengemposan. Fumigasi merupakan suatu teknik pengendalian hama tikus dengan cara memasukkan pestisida gas/asap ke dalam lubang tertutup yang berisikan tikus dan sarangnya. Targetnya adalah sarang tikus di pematang sawah maupun bagian lain. 

Pemanfaatan hewan predator tikus sawah. Hewan-hewan yang sering memangsa tikus, seperti burung hantu, burung elang, kucing, dan ular tetap dilestarikan untuk membasmi populasi tikus produktif yang merusak padi
sawah. Cara ini lebih alami, karena ini berkaitan dengan rantai makanan.
Pengendalian secara kimiawi. Pengendalian secara kimia biasanya dengan memberikan umpan yang telah dicampur dengan rodentisida. Rodentisida adalah pestisida kimia khusus untuk pengendalian hama tikus sawah. Umpan biasanya diletakkan di habitat tikus sawah, seperti di pematang sawah maupun di tengah areal sawah dengan dosis yang dianjurkan.

Pengendalian hama tikus sawah sebaiknya dilakukan sejak awal secara intensif, bersama-sama, kompak dan berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi tingkat kerugian yang didera oleh petani yang gagal panen akibat keruakan padi oleh tikus sawah. Demikian Cara Pencegahan dan Pengendalian Hama Tikus Sawah. Semoga bermanfaat :)


Cabai merupakan tanaman sayuran buah yang sangat digemari oleh masyarakat. Selain karena memang sudah kebutuhan, prospek berbisnis tanaman hortikultura yang satu ini memang sangat menjanjikan. Sangat jarang harga cabai, baik cabai merah, cabai rawit, maupun cabai keriting mengalami penurunan harga yang drastis. Kebanyakan yang terjadi adalah mahalnya harga yang ada akibat permintaan yang banyak namun ketersediaan cabai sendiri tidak memungkinkan.

Berbicara tentang karakteristik dari cabai itu sendiri, pada dasarnya merupakan tanaman yang handal dan tangguh dalam segala musim, baik musim kemarau maupun musim penghujan seperti saat ini. Ditambah lagi dengan hadirnya beberapa varietas cabai yang memang dimodifikasi untuk tahan cuaca yang tidak stabil. Banyak benih-benih cabai yang telah diciptakan untuk mampu tumbuh optimal disegala musim.

Pada dasarnya, budidaya cabai di musim kemarau maupun musim penghujan sama-sama memiliki resiko kegagalan panen, hanya saja indikator penyebab kegagalannya pasti berbeda. Jika musim kemarau penyebab kegagalannya adalah kekurangan air, sebaliknya jika musim penghujan adalah kelebihan air. Namun yang lebih utama adalah cuaca yang tidak kondusif, hujan tinggi disertai dengan tingkat kelembaban udara yang tinggi pula dapat memicu tumbuhnya organisme pengganggu tanaman (OPT). Yang harus diwaspadai adalah serangan hama dan penyakit yang intensitas serangannya lebih tinggi pasa saat musim penghujan. Berikut jenis hama dan penyakit tanaman cabai pada saat musim hujan.

Hama dan Penyakit Cabai diMusim Penghujan
Hama Jangkrik. Hama ini menyerang saat musim hujan dengan memakan pangkal batang yang masih muda pada saat malam hari. Biasanya target tanaman yang dirusak adalah tanaman yang baru pindah tanam pertama. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menutup rapat lubang tanam, supaya antara mulsa plastik dan tanah tidak berongga. Cara ini cukup mampu meminimalisir serangan hama jangkrik tersebut.



Ulat Grayak (Spodoptera litura). Ulat ini sangat agresif dalam menyerang tanaman cabai. sering disebut sebagai ulat tentara, karena menyerang dengan jumlah besar/berkelompok. Target sasarannya adalah daun, baik yang masih muda maupun yang sudah tua. Kondisi terparah adalah ketika serangan tersebut hingga menghabiskan daun tanaman cabai. Pencegahannya dengan cara penyiangan segala bentuk gulma dan rumput liar yang dapat menjadi media hidup ulat grayak. Pengendaliannya dengan cara penyemprotan insektisida kimia, namun dengan dosis yang normal.

Ingin dapat penghasilan dari internet? Gabung langsung gratis disni


Lalat Buah. Lalat buah ini sangat lazim pada tanaman cabai yang sudah berbuah. Target utamanya tentu buah cabai dengan cara menususkkan ovipositornya ke dalam buah cabai untuk menyimpan telurnya, kemudian menetas dalam bentuk larva. Daging buah cabailah yang menjadi makanan larva-larva tersebut. Akibatnya, buah cabai membusuk, menguning, dan akhirnya rontok sebelum panen. Pencegahannya dengan cara pemasangan perangkap, baik dalam bentuk traktan maupun lem perekat lalat. Sedangkan jika sudah terkena lalat buah pengendaliannya dengan penyemprotan insektisida yang berhubungan dengan pengendalian lalat buah, biasanya di pagi hari.



Ulat buah (Helicoverpa sp). Ulat buah menyerang buah cabai yang masih muda, memakan daging buah hingga akhirnya menguning, dan rontok sebelum panen. Pencegahannya dengan cara sanitasi kebun dan penyemprotan insektisida kimia.



Penyakit Antraknosa (C. capsici). Penyakit ini disebabkan oleh cendawan C. capsici. Menyerang tanaman cabai dengan menginfeksi jaringan buah dan membentuk bercak coklat kehitaman dan pada akhirnya menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat bintik-bintik hitam yang merupakan koloni dari cendawan tersebut. Petani biasa menyebutnya dengan patek, api-api, dan lain-lain. Pencegahan dengan cara merendam benih yang akan ditanam dengan air hangat dan fungisida. Lakukan penyemprotan sejak awal terbentuk buah sebagai antisipasi pencegahan. Tanam dengan jarak yang tidak terlalu berdekatan, agar tidak lembab. Jika sudah terserang, segera lakukan pemusnahan buah cabai yang terserang.

Penyakit Busuk Phytophthora. Disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici dan infestans. Gejalanya biasanya dengan cara menyerang saluran jaringan, seperti akar, batang, ranting, daun, dan buah cabai. Pada akar, akar akan membusuk, lembek dan berwarna kecoklatan. Pada batang, batang akan membusuk pula, berwarna kehitaman dan kulit batang mudah terkelupas. Pada daun, daun membusuk, berwarna kehitaman dan lunak. Sedangkan pada buah, tangkai buah akan membusuk berwarna coklat kehitaman dan rontok. Pencegahan dengan cara sanitasi kebun, pengaturan jarak tanam yang terlalu dekat, mencabut/memusnahkan tanaman yang terjangkit penyakit, dan penyemprotan fungisidakimia dengan konsentrasi tertentu.

Kunci dari semua usaha budidaya yang baik adalah dengan merencanakan semua kegiatan yang akan dilakukan. Pemilihan benih yang baik dan intensif, pengendalian OPT, dan bisa menggunakan pestisida kontak maupun sistemik. Jika perlu gunakan perekat untuk mencegah tercucinya pestisida yang menempel di tanaman akibat air hujan. Demikian artikel tentang Hama dan Penyakit Cabai Saat Musim Hujan. Semoga bermanfaat :)

Baca juga Cara Membuat EM4 Sendiri
kumpulin dollar lewat adf.ly, caranya klik link https://join-adf.ly/12704525


Indonesia merupakan negara penghasil beras, karena konsumsi nasi paling tinggi. Kebutuhan beras nasional meningkat pula sejalan dengan meningkatnya penduduk negara dari tiap tahunnya. Namun, disisi lain pembangunan sektor non-pertanian terus digalakkan hingga melebihi kapasitas yang seharusnya. Ini sangat berpengaruh terhadap produksi beras nasional nantinya.

Lahan tanam kian sempit dipenuhi dengan gedung-gedung yang tinggi, tidak sadar bahwa sesungguhnya sektor pertanian lah yang perlu digalakkan, mengingat konsumsi penduduk Indonesia mayoritas adalah nasi. Sampai-sampai ada asumsi yang mengatakan bahwa "belum dikatakan makan jika belum makan nasi". Akhir-akhir ini permasalahan tersebut tidak dihiraukan lagi oleh para petani padi, karena ada inovasi teknologi yang dapat menjadi jalan keluar permasalahan tersebut.



Teknologi Padi Salibu merupakan salah satu inovasi teknologi padi yang dapat meningkatkan produksi padi sawah dan produktivitas lahan melalui peningkatan produksi per MT (Masa Tanam) dan peningkatan IP (Indeks Panen) per tahunnya. Teknologi Salibu adalah suatu teknologi budidaya tanaman padi dengan memanfaatkan batang bawah padi setelah panen sebagai penghasil tunas/anakan padi yang akan dipelihara sampai panen. Tidak ada proses penanaman bibit padi lagi, inilah fungsi tunas/anakan padi tadi sebagai pengganti bibit padi.



Beberapa indikator pengaruh teknologi salibu antara lain :
  • Varietas induk yang digunakan,
  • Tinggi pemotongan batang sisa panen, 
  • Kondisi air tanah setelah panen, 
  • Penjarangan, 
  • Penyisipan/penyulaman, dan 
  • Pemupukan

Tinggi pemotongan batang bawah setelah panen juga berpengaruh terhadap kualitas tunas/anakan yang tumbuh. Akibatnya, hasil padi saat panen juga berpengaruh. Berdasarkan penelitian, pada pemotongan dengan tinggi 8-10 cm hanya menghasilkan padi sekitar 6,8 ton/hektar. Sedangkan pada pemotongan dengan tinggi 3-5 cm menghasilkan padi lebih tinggi, yakni sekitar 7,7 ton/hektar. Dapat disimpulkan bahwa pemotongan batang bawah juga akan sangat berpengaru, tidak boleh terlalu tinggi, apalagi terlalu rendah.

Pemupukan setelah tunas/anakan padi tumbuh juga perlu diadakan. Hal tersebut bertujuan untuk membantu tanah dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman. Pupuk yang sangat dianjurkan tentunya pupuk organik, agar unsur hara mikro dan makronya tercukupi.

Untuk mencapai swasembada pangan, seperti yang telah digalakkan oleh pemerintah pengaplikasian teknologi salibu ini sangat efektif. Dengan lahan pertanian yang semakin sempit, tidak perlu sistem tanam pindah setelah panen. Masa tanam padi 1 kali bisa mencapai panen 2 sampai 3 kali. Sungguh menarik inovasi ini. Kendati demikian, penerapan teknologi ini belum bisa sampai ke seluruh petani di Indonesia.
Semoga bermanfaat :)

Baca juga Sistem tanam Jarwo super
Cara hasilkan uang di popCash disini


Sektor pertanian sangatlah vital bagi sebuah negara. Bagaiman tidak, hampir semua kebutuhan bagi penunjang hidup manusia berasal dari komponen pertanian, roti, umbi-umbian, ikan, dan masih banyak yang lainnya yang mungkin nggak ada habisnya. Alasan tersebutlah sebuah negara perlu menggalakkan sektor pertanian agar dapat mewujudkan swasembada pangan bagi negaranya sendiri, syukur jika kelebihan dari swasembada pangan tersebut dapat dijadikan komoditi ekspor, untuk membantu negara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan negara tersebut.

Indonesia sempat menjadi sebuah negara dengan julukan negara agraris, yaitu negara dengan sebagian besar penduduknya memenuhi kebutuhan hidupnya dan mata pencahariannya sebagai petani. Tentu saja menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian secara luas, dari peternakan, perikanan, dan lain sebagainya. Namun lebih terkhusus lagi pada sektor pertanian penghasil padi, dari sawah, ladang, maupun dari lahan non-sawah. Namun, seiring dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, Indonesia belum mampu berswasembada pangan karena kebutuhan akan makanan pokok masih impor, padahal penghasil beras yang lumayan besar.

Terlepas dari semua itu, Indonesia perlu belajar banyak dari negara-negara lain yang memang maju dalam sektor pertaniannya. Baik dalam hal teknologi, sumber daya, pengetahuan, dan lain sebagainya. Nah, tentunya kita semua bertanya-tanya, negara mana yang tergolong maju dari sektor pertaniannya. Untuk lebih jelasnya lagi, simak langsung berikut. 

Negara dengan Pertanian Terbaik
1. Jepang


Siapa yang tidak kenal dengan negara Jepang. Negara dengan teknologi yang maju, serta sifat orang-orang yang disiplin, gigih, ternyata juga menerapkan teknologinya ke sektor pertanian. Bedanya dengan orang Indonesia adalah, jika orang Indonesia bertani kebanyakan di sawah atau ladang. Lalu bagaimana dengan orang Jepang? Orang Jepang bertani hampir di berbagai tempat, seperti dipekarangan, bawah tanah, digedung dengan hidroponik, dipot, dan ditempat-tempat lain yang menurutnya memiliki potensi untuk tanaman tumbuh. Mungkin bagi orang Indonesia, hal tersebut adalah suatu ketidakwajaran. Tapi bagi mereka ini merupakan suatu potensi yang tidak boleh dilewatkan kesempatannya.

Para lansia disana, tidak hanya berdiam diri di panti jompo, melainkan mereka berolahraga versi bertani. Yap, bertani sambil berolahraga. Hal inilah yang membuat negara Jepang sangat maju sektor pertaniannya. Mereka benar-benar dan sungguh-sungguh dalam menerapkan pengetahuan yang mereka miliki. Sebagai contoh adalah, mereka menerapkan pertanian hidroponik dengan luar biasa. Andai saja Indonesia bisa seperti Jepang, tentunya swasembada pangan akan terwujud. Tidak perlu impor beras lagi.

2.Belanda


 Luas wilayah negara Belanda tak seluas luas lahan di Indonesia. Jika dilihat, sangat tidak memungkinkan Belanda untuk menjadi negara yang maju dibidang pertaniannya. Namun siapa sangka negarayang hanya dengan luas sekitar 41.526 km persegi ini mampu mengalahkan kualitas pertanian dibandingkan Indonesia.

Kunci dari kesuksesan negara ini adalah mereka mengembangkan riset-riset para ahli dan mengaplikasikannya lewat sebuah karya-karya nyata. Dalam sektor pertanian, produk ekspor yang mereka andalkan hanyalah benih dan jenis bunga. Tidaklah sekompleks Indonesia. Sungguh menakjubkan. Tidak hanya itu, Belanda tidak hanya berfokus pada keuntungan, mereka juga berfokus pada keberlanjutan lingkungan dalam memfungsikan tanah sebagai media tanam dan mengembangkan teknologi ramah lingkungan.

Belanda mempunyai Menteri Ekonomi, Pertanian dan Inovasi, fungsinya untuk memadukan inovasi-inovasi yang telah mereka kembangkan dengan pertanian untuk memajukan perekonomian yang kuat dan mengutamakan keberlanjutan lingkungan hidup.

3. Amerika Serikat


Sektor pertanian Amerika sudah lama maju, seiring dengan majunya Teknologi Pertanian sejak abad ke-19. Sarana ALSINTAN yang telah mereka kembangkan dimanfaatkan untuk menunjang segala kegiatan pertanian untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Kebanyakan lahan di Amerika ditanami jagung, gandum, kedelai, dan jerami. Sedangkan tanah pertanian yang utama mereka manfaatkan untuk menghasilkan tanaman yang mengandung serat-seratan.

Pertanian di Amerika sangat modern. Ditambah lagi dengan peralatan yang memadai, seperti contoh bahwasanya mesin traktor di Indonesia hanya bisa digunakan untuk membajak sawah. Lain halnya dengan di Amerika, mesin traktor tidak hanya untuk membajak sawah tetapi juga untuk memupuk, mencangkul, memotong, memanen, dan lain sebagainya. Pada intinya, kemajuan sektor pertanian di Amerika dibarengi dengan majunya alat dan mesin pertanian yang dapat manunjang kegiatan pertanian.

4. Australia

Luas negara Australia mencapai 7 juta kilometer lebih, dan dimanfaatkan untuk sektor pertanian, namun tidak seluruhnya. Australia kebanyakan lahannya tidak layak untuk bertani, gersang, bergurun, dan minim irigasi. Namun, Australia menjadi negara pengekspor daging di Eropa. Seluas 20 juta hektar lebih mereka gunakan untuk menanam tanaman pangan, 27 juta hektar lebih rumput-rumputan, dan sekitar 436 juta hektar lebih mereka gunakan untuk lahan beternak. Hasil pertanian yang mereka ekspor antara lain adalah ternak hidup, daging, susu, gandum, mentega, dan buah-buahan (1994-1995).

5. Cina


Luas lahan darat yang produktif sekitar 9.6 juta kilometer persegi, hanya sekitar 7 persen lahan yang mereka gunakan, yakni sekitar 1,27 juta kilometer. Industri tanaman adalah andalan Cina. Tanaman pangan yang mereka hasilkan adalah padi, jagung, kedelai, dan gandum, sedangakan untuk tanaman yang dijadikan produk industri seperti kapas, kacang tanah, tebu dan lain sebagainya.

Reformasi di pedesaan mendatangkan keuntungan yang signifikan bagi pertanian di Cina. Hal ini juga memacu pertumbuhan tenaga produktif serta pertanian yang pesat selama kurang lebih 20 tahun masa reformasi. Dewasa ini, Cina sudah mampu menjadi negara yang mencolok dan negara pengekspor bahan pertanian tanaman pangan dan industri didunia, khususnya di Asia.

Lalu, bagaiman dengan pertanian di Indonesia? Apakah bisa maju seperti Jepang dan Belanda, bahkan Cina?

Jawabannya tentu bisa, bahkan sangat mungkin terjadi. Pada dasarnya memang Indonesia sudah menjadi negara agraris sedari dulu, ini akan terus dipertahankan mengingat Indonesia pengkonsumsi nasi, yang terbuat dari beras/padi. Para orang tua terdahulu mampu melestarikan bertani, namun yang menjadi kendala adalah penerus bangsa disektor pertanian sangat minim. Kebanyakan pemuda-pemudi bangsa sudah tidak berminat di Pertanian, hanya sebagian saja.

Yang perlu dirubah adalah, ketika orang tua kita menjadi petani buruh atau petani lapangan, jadilah kita petani yang berdasi. Bisnis dibidang pertanian, menjadi sumber daya manusia yang ahli dibidang pertanian. Tujuannya adalah untuk memajukan kesehteraan keluarga dan kemajuan negara. Bukan sebuah mustahil Indonesia menjadi pengekspor beras, kedelai, buah-buahan dan daging ke luar negeri. Jayalah Indonesia. Semoga bermanfaat :)

sumber : distan.jogjaprov.go.id